Merangkak Melalui Akar-Akar Filsafat
Assalamualaikum
Wr. Wb. Saya awali dengan salam karena salam termasuk doa, agar dijaga oleh
malaikat di setiap kegiatan yang diawali dengan bacaan Basmallah dan tentu saja
dipermudah oleh Allah SWT. Awal belajar
filsafat diminta untuk mengenal beliau terlebih dahulu melalui riwayat
beliau di Wikipedia dan peran beliau sebagai “Raja” di pewayangan “Rembulan
Kekalang UNY”. Sekarang berbicara mengenai filsafat, wayang tadi sudah termasuk
pelajaran filsafat, mendengarkan Pak Marsigit berbicara sudah termasuk
filsafat, bahkan saya berbicara mengenai hal apapun, hal yang dianggap tidak
penting pun tetap dianggap filsafat karena filsafat itu pikiran yang bermakna
sebenar-benarnya filsafat itu ya pikiran. Kalau menganggap bagaimana caranya
agar bisa berfilsafat, jawabannya ya itu bertanya seperti itu saja sudah
termasuk berfilsafat. Intinya saat berfilsafat diri seseorang ya menjadi
dirinya sendiri begitupun dengan saya yang otomatis tetap menjadi diri saya
sendiri. Dari pernyataan di atas, saya baru menyadari selama ini hal-hal yang
saya lakukan bahkan hal itu dianggap omong kosong benar-benar sudah menjadi
filsafat saya sendiri. Orang lain mempunyai filsafatnya sendiri, begitupun
dengan saya sehingga saya merasa bangga dengan diri sendiri (tidak besar
kepala) bahwa saya sudah berfilsafat sejak balita. Meskipun masih ada yang
menjadi pertanyaan mengapa ini begini, mengapa ini begitu, mengapa,mengapa
banyak sekali, itu menandakan saya masih perlu banyak belajar apalagi membaca
karena filsafat itu ya harus memperbanyak bacaan, sumber bacaan apapun itu
sudah termasuk menambah wawasan untuk berfilsafat. Meskipun hanya tulisan
“pengumuman” di pamphlet, mading, bahkan “wanted” pun termasuk filsafat.
Berbicara
mengenai nama, bayangkan seluruh manusia di dunia tanpa nama. Bagaimana cara
memanggil mereka? Apakah akan memanggil manusia 1, manusia 2, manusia 3, dst?
Mungkin akan sulit atau bahkan mudah karena telah mempunyai perbedaan di angka
1,2,3 dst. Tetapi untuk lebih bermaknanya sebuah nama, manusia berarti makhluk
hidup ciptaan Allah SWT yang terbuat dari tanah dan angka 1 menunjukkan dia
manusia pertama. Alangkah lebih beragamnya makna bila manusia seluruh dunia
mempunyai ciri khas nama mereka sendiri disertai arti yang diharapkan menjadi
sebuah doa bagi masing-masing umat manusia untuk kelanjutan hidupnya sampai tua
nanti. Seperti nama saya Cahya Mar’a Saliha Sumantri yang berarti wanita yang
InsyaAllah bercahaya dan juga InsyaAllah Solihah, untuk Sumantri sendiri
merupakan nama ayah saya. Secara tidak langsung atau bahkan sudah menjadi doa
bagi orang tua saya agar putrinya menjadi wanita yang bercahaya dan juga
Solihah, sehingga berdampak positif bahkan barokah tidak hanya bagi kehidupan
saya tapi juga barokah bagi ayah ibu dan keluarga kami. Sebelumnya sudah
membahas tentang nama karena Pak Marsigit membicarakan tentang psikologi wacana
yang posisinya ada di bawah filsafat, psikologi tersebut bisa dicari tahu apa
saja yang terkandung di dalamnya termasuk nama. Nama yang dimiliki oleh
orang-orang di seluruh dunia pasti mempunyai maksud, tujuan, arti tersendiri
yang bisa dimaknai dari adat mereka juga. Nama tidak dibuat agar sekedar
mempunyai nama panggilan alias tidak sembarangan tidak asal-asalan dalam
memberikan nama pada orang. Memang masih ada orang-orang yang memberikan
nama-nama bermakna sensational, tetapi malah melawan arus, melawan kebenaran,
dan nurani. Karena nama bisa menyangkut tentang etik dan estetika.
Berlanjut ke sebuah nama “apa”,
“siapa” menurut beliau bila anak diberikan nama “apa” akan terjadi sedikit
percakapan lucu tapi bermakna, ketika ditanya nama kamu siapa? Akan dijawab
apa, malah dikira bertanya kembali. Makna yang bisa diambil yaitu orang tua
anak mengharapkan anak tersebut bisa berargumen. Pak Marsigit kembali
menanyakan nama teman-teman yaitu Eka yang berarti tunggal, Rindang yang
berarti sejuk, dingin, iyup (dalam Bahasa Jawa), Rosi yang berarti bunga mawar,
Fabri yang berarti pemilik bank BRI (hehehe), Rahmi berarti Rahmat, Aan bisa
digunakan menjadi nama laki-laki. Setelah cukup menanyakan beberapa teman-teman
di kelas, beliau berlanjut untuk menjelaskan arti nama beliau sendiri yang
terdiri dari tiga sudut pandang yaitu klasik, kontemporer, dan spiritual. Berdasarkan
sudut pandang klasikal, nama Marsigit dibagi menjadi suku kata Mar dan Sigit
yang bermakna Mar itu tersamar atau tersembunyi, tersama atau tersembunyi masih
mempunyai makna yaitu hakikat ilmu di mana sebenar-benarnya hakikat ilmu adalah
tersamar atau tersembunyi, untuk arti Sigit adalah bagus atau tampan. Bila
digabungkan dua arti nama tersebut akan menjadi orang tampan yang selalu
mencari ilmu dan dihubungkan dengan pewayangan akan menjadi tokoh Arjuna atau
Jenaka. Kembali ke nama Marsigit yang bermula dari keinginan ayah beliau agar
putranya kelak menjadi anak pintar seperti gurunya, karena ayah beliau saat
bersekolah mempunyai guru yang bernama Marsigit juga. Selanjutnya mengartikan
nama Marsigit berdasar sudut pandang kontemporer yang bermakna pada ketiga suku
katanya yaitu Mar, Si, dan Git. Untuk
Mar sendiri dimaknai dari nama Planet Mars, Si dimaknai dalam Bahasan Inggris
yaitu see (melihat), dan Git dimaknai
juga dalam Bahasa Inggris gate (gerbang).
Bisa disimpulkan arti nama Marsigit dari segi kontemporer adalah pintu gerbang
menuju Planet Mars. Untuk yang terakhir yaitu sudut pandang spiritual, nama
Marsigit dipisah berdasar Bahasa Arab Ma, Si, Jid (Masjid) , berarti terdiri
dari huruf hijaiyah Ma, Sin, Jim, dan Dal. Ma sendiri berarti maghfirah atau
ampunan, Sin berarti sakinah atau teduh, aman, tentram, abadi dan yang terakhir
yaitu Jim tetapi beliau lupa artinya, dan Dal itu derajat, disimpulkan nama
beliau dari segi spiritual adalah mampu memperoleh derajat baik di dunia maupun
akhirat. Berdasarkan seluruh arti nama Marsigit, disitulah pak Marsigit
termotivasi untuk selalu mencari amal kebaikan.
Tes jawab singkat yang diberikan
oleh Pak Marsigit terdiri dari 20 soal yang semua soal di awali dengan kata
tanya “kenapa”, setelah dikoreksi didapatlah nilai nol, karena jawaban atas
soal-soal tersebut out of my mind
yang berarti jawaban yang telah kami tulis merupakan jawaban parsial, yang
lebih tepat untuk menjawab soal-soal tersebut adalah “Belum tentu karena…”.
Berbeda dengan mata kuliah lainnya yang awalnya tidak paham menjadi paham,
sedangkan filsafat ini kebalikannya. Sehingga, manusia sangat berbahaya bila
menganggap mereka mengerti, maksudnya lihat saja kami semua mendapat nilai nol
karena menganggap kami mengerti padahal sama sekali belum mengerti. Hal ini
menimbulkan persoalan hidup yang telah dialami manusia yaitu manusia tidak
paham keseluruhan, maka parsialitas hidup adalah tempat bagi setan untuk menggoda manusia melalui sifat manusia yang
berbicara parsial, memikirkan parsial, dan mendengarkan parsial. Bila
diperdalam lagi, filsafat bisa menjadi spiritual yang artinya perasaan, hati,
doa, kuasa Tuhan dan membutuhkan ilmu untuk mengisi spiritual. Dampak dari
prinsip-prinsip spiritualitas ini mengingatkan agar manusia tidak boleh sombong
karena sombong adalah godaan setan. Seperti saat kejadian menjawab soal-soal tadi,
mahasiswa merasa bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi. Tetapi dibalik itu
semua, sombong bisa terjadi karena kesadaran maupun tidak sadar. Bila pada
umumnya manusia dituntut untuk memahami sesuatu, di dalam filsafat ilmu
tertinggi adalah di mana manusia tidak memahami apapun. Itulah bedanya dengan
memahami sesuatu yang akan berujung kesombongan pada dirinya dibandingkan
dengan tetap merendah.
Ada pertanyaan dari teman kami
menanyakan tentang letak perasaan Pak Marsigit, beliau mengatakan harapannya
perasaan tersebut terletak pada seluruh yang ada di dunia dan akhirat karena
spiritualitas perasaan yaitu selalu bersyukur. Letak pikiran pun juga sama
yaitu ada pada seluruh yang ada di dunia dan akhirat. Sehingga muncul lah tema “ada
dan yang mungkin ada”, di mana apa yang ada adalah semua yang pernah engkau
pikirkan dan yang sedang kau pikirkan, dan yang belum ada adalah belum ada di
dalam pikiranmu. Jadi objek filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada atau
bisa disebut objek formal dan material, misalnya lagi dalam
spiritual juga yang ada dan yang mungkin ada. Sehingga, disimpulkan dalam
filsafat terdapat 2 permasalahan yaitu bagaimana kamu menjelaskan yang ada di
dalam pikiranmu dan bagaimana kamu mengerti apa yang di luar pikiranmu sendiri.
Sama halnya dengan pertanyaan yang pasti ada jawabannya tetapi tidak harus
dijawab, karena semua jawaban sudah terjawab di dalam pikiranmu sendiri.
Bagaimana dengan hati? Banyak manusia yang mengatakan “membathin” di dalam hati
yang secara tidak langsung juga larinya ke dalam pikiran. Berfilsafat itu
berpikir, bila tidak berpikir maka disebut mayat hidup layaknya setiap akan
mengendarai kendaraan haruslah berdoa, bila tidak berdoa maka akan menjadi
mayat hidup yang sedang mengendarai kendaraan. Metode
berpikir dalam filsafat adalah mendalam-dalamkan sampai sedalam-dalamnya. Tidak
bisa terjangkau lagi oleh pikiran walaupun sangat kecil dan sangat ringan bagi
orang lain. Memperluas sampai tidak mampu menjangkaunya dalam pikiran walau
bagai orang lain sangat sempit karena filsafat itu dirimu. Filsafat itu
bacaanmu. Filsafat itu kata-katamu. Filsafat itu penjelasanmu atau engkau yang
sedang menjelaskan itulah engkau sedang berfilsafat.
Beda lagi dengan pembahasan determin,
yang dimana menjatuhkan sifat kepada yang lainnya. Tujuan hidup itu pada
hakikatnya jatuh pada atau determin. Maka lahirlah paham determinisme yaitu
orang yang suka menjatuhkan sifat, contohnya saat ada teman terlambat lalu menjudge tukang terlambat itu sudah
termasuk tindakan determin, sama halnya dengan melihat, memikirkan juga
termasuk determin. Bila dikaitkan dengan sabar, determinnya berarti menjatuhkan
sifat sabar pada orang itu. Sabar tentunya sesuai dengan ruang dan waktu,
sesuai artinya antara penglihatan, pemikiran, pendengaran, dan tndakan terhadap
ruang waktunya sesuai. Sabar yang biasanya terkait dengan toleran, bisa
dijadikan cara untuk mengurangi deterministic. Deterministic merupakan
menyadari diri sendiri bahwa tidak semata-mata karena diriku itu hanya sebagian
dari sifat-sifat yang ada atau lebih jelasnya seperti masa depan saya itu tidak
semata-mata karena diriku tetapi karena diri orang lain dan juga paling penting
karena kuasa Tuhan.
Cukup sekian sekilas pandang, akan berlanjut menjadi tidak sekilas pandang yang akan bekembang menjadi selamanya memandang...
Cukup sekian sekilas pandang, akan berlanjut menjadi tidak sekilas pandang yang akan bekembang menjadi selamanya memandang...
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Oleh : Cahya Mar’a Saliha Sumantri
(18709251034)
Komentar
Posting Komentar